PENDIDIKAN PANCASILA
“MENCORET-CORET BAJU
SERAGAM SETELAH MENERIMA KELULUSAN”
NAMA:
Hizkia
Oktavian Zulkarnaen
1741001
DOSEN PENGAJAR:
Sir.JOENIARKO
TAMBA
UNIVERSITAS ADVENT
INDONESIA
2017-2018
BUDAYA
MENCORET-CORET BAJU SERAGAM SETELAH MENERIMA KELULUSAN
Pengumuman hasil
ujian nasional sepertinya menjadi momen yang sangat ditunggu-tunggu oleh semua
siswa-siswi sekolah di Indonesia. Hari di mana mereka mengetahui hasil dari
proses belajar selama bertahun-tahun yang suatu saat akan menjadi sejarah dan
dikenang. Kalau dulu hanya murid SMA atau SMK saja yang nampak sangat meresapi
momen ini, saat ini siswa-siswi SD dan SMP juga nampaknya dibuat deg-degan
ketika hari ini tiba.
Dulunya momen itu jadi hari yang sakral di mana semua
tangis bahagia tumpah ruah, tapi nampaknya sekarang kesakralan hari kelulusan
sudah berganti menjadi euforia penuh warna kebisingan. Seperti biasa, perayaan
kelulusan sekolah tidak afdal bila tidak dirayakan dengan konvoi dan
corat-coret baju seragam. Fenomena ini tampaknya sudah menjadi bagian tradisi
tahunan bagi pelajar untuk meluangkan segala kegembiraan dan selebrasi mereka
melalui corat-coret. Lihat saja setiap selepas pengumuman, anak-anak pasti
merayakannya dengan mencorat-coret seragam putih mereka dan melakukan konvoi di
jalanan. Yang dulunya masyarakat ikut bahagia melihat momen kelulusan itu,
malah sekarang jadi ilfil.
Tradisi corat-coret seragam yang hampir dilakukan di semua
daerah di negeri ini menjadi budaya populer yang memiliki makna tersendiri di
kalangan siswa. Sebenarnya aksi corat-coret seragam bukan hanya persoalan eman
terhadap seragam yang tidak bisa digunakan lagi, namun lebih sebagai cerminan
karakter generasi muda kita.
Budaya
ini sudah ada sejak awal tahun 90-an
Memang benar bahwa tahun 90-an adalah masa-masa penuh
warna. Warna-warni tahun 90-an itu ternyata juga dapat dilihat dari seragam
siswa-siswi SMA. Menurut penuturan salah satu dosen di kota pelajar,
Yogyakarta, sebelum tahun 1990, tidak ada pelajar yang melakukan aksi corat-coret
seragam dan konvoi jalanan. Barulah setelah Ebtanas diberlakukan, budaya
semacam itu mulai terbentuk. Sistem Ebtanas di kala itu dianggap sebagai beban
oleh banyak anak sekolah. Maka dari itu setelah dinyatakan berhasil, mereka
mengungkapkan rasa bebasnya dengan mencorat-coret seragam. Selain itu,
kebiasaan tersebut juga disebut-sebut sebagai bentuk protes karena murid-murid
zaman dahulu terkesan terlalu patuh. Itulah kemudian mereka menganggap
corat-coret seragam sebagai salah satu simbol kebebasan siswa yang telah lolos
dari beban ujian.
Kebiasaan ‘mengotori’
seragam yang sudah menemani mereka selama kurang lebih tiga tahun ini memang
dikatakan mulai berkembang di awal 90-an. Saat itu memang tidak semua murid
melakukannya, namun hanya sedikit sekali jumlah siswa yang kekeuh
mempertahankan seragamnya tetap bersih. Pada mulanya, anak sekolah melakukan
kebiasaan ini ketika sudah benar-benar dinyatakan lulus oleh pihak sekolah.
Tapi pada antara
tahun 1996 sampai 1997, nampaknya keinginan mereka untuk mewarnai seragam
sekolah ini menjadi tak terbendung. Pada tahun tersebut, kebanyakan sekolah
memilih untuk mengirim pengumuman ke rumah masing-masih siswa. Dan bukannya
menunggu pengumuman tiba, mayoritas siswa masih tetap saja nekat mengunjungi
sekolah dan mulai bermain coret-coret. Sejak itulah kemudian ada golongan siswa
yang mulai menerapkan coret-coret meskipun pengumuman kelulusan belum mereka
terima.
Ada beberapa karakter yang bisa kita amati dari budaya
corat-coret ini:
1.
Sikap cepat merasa puas. Selebrasi
terhadap kelulusan merupakan hal yang wajar. Namun bila itu harus dilakukan
dengan beberapa aksi dan kegiatan yang tidak bermanfaat, tampaknya lebih
sebagai sesuatu yang berlebihan. Euforia corat-coret dalam hal ini adalah
cerminan rasa terlalu puas, atas prestasi menyelesaikan jenjang pendidikan
menengah. Jika ini dilakukan 30 tahun yang lalu, mungkin agak releven,
mengingat pada saat ini SMA merupakan jenjang pendidikan yang lumayan tinggi.
2.
Budaya corat-coret sudah pasti
selalu melibatkan proses pengerahan massa yang banyak. Tak jarang jika aksi
konvoi sering kali menimbukan tawuran antar pelajar. Hal ini karena ada upaya
untuk kekuatan antara kelompok pelajar yang satu dengan yang lainnya. Dan
tradisi unjuk kekuatan ini jika dibudidayakan akan melahirkan tradisi anarkisme
kolektif antar kelompok, sehingga tipologi dalam aksi konvoi saya rasa menjadi
preseden buruk terhadap mengembangan karakteristik generasi muda.
3.
Adanya kecenderungan merayakan hal
yang jelek. Selebrasi atas kesuksesan boleh saja dirayakan. Namun perayaan
dengan aksi corat-coret rasanya bukan perayaan yang baik. Sebaliknya, merupakan
bagian dari perayaan yang berlebih-lebihan dan jauh dari prinsip
kebermanfaatan. Jika generasi muda kita sudah mulai mentradisikan perayaan buruk
ini, maka tentunya akan berakibat buruk bagi kelangsungan hidup di masa yang
akan datang, sehingga aksi carat-coret ini akan melestarikan sebuah tradisi
buruk yang akan selalu diikuti oleh generasi sesudahnya. (Faradina, 2017)
Sila
ke-2 ‘KEMANUSIAN YANG ADIL DAN BERADAB’
Kemanusiaan
yang berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang paling sempurna dari makhluk
– makhluk yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Yang
membedakan manusia dengan yang lainya adalah manusia dibekali akal dan pikiran
untuk melakukan segala kegiatan. Oleh karena itulah manusia menjadi makhluk
yang paling sempurna dari semua makhluk cipaanNya. Kata adil memiliki arti
bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas ukuran / norma-norma yang
obyektif, dan tidak subyektif, sehingga tidak sewenang-wenang.
Kata
beradab berasal dari kata adab, yang memiliki arti budaya. Jadi adab mengandung
arti berbudaya, yaitu sikap hidup, keputusan dan tindakan yang selalu dilandasi
oleh nilai-nilai budaya, terutama norma – norma sosial dan kesusilaan / moral
yang ada di masyarakat.
Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa
dan mendasari ketiga sila berikutnya.
Sila
ke-2 memiliki arti bahwa adanya kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang
didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungannya dengan
norma-norma dan kebudayaan umumnya. Potensi kemanusiaan dimiliki oleh semua
manusia di dunia, tanpa memandang ras, keturunan dan warna kulit, serta
bersifat universal.
Kemanusiaan
yang adil dan beradab bagi bangsa Indonesia bersumber pada ajaran Tuhan Yang
Maha Esa yakni sesuai dengan kodrat manusia sebagai ciptaanNya. (dunginong,
2011)
Kemanusian yang adil dan beradab juga berarti menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusian dan mengajarkan untuk menghormati harkat dan
martabat manusia dan menjamin hak-hak asasi manusia. Nilai ini didasarkan pada
kesadaran bahwa manusia adalah sederajat, maka bangsa Indonesia merasa dirinya
bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkanlah sikap
hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa-bangsa lain. (Syarbain, 2016)
BERTOLAK BELAKANGNYA BUDAYA MENCORET-CORET
BAJU SERAGAM SETELAH MENERIMA KELULUSAN dengan sila ke-2 ”KEMANUSIAAN YANG ADIL
DAN BERADAB”
Kita
tau bahwa sila ke-2 mengandung Kata Adil memiliki arti bahwa suatu keputusan dan
tindakan didasarkan atas ukuran / norma-norma yang obyektif, dan tidak
subyektif, sehingga tidak sewenang-wenang.
Hukum Objektif adalah hukum yang berlaku secara umum di suatu Negara
dan tidak mengenal orang atau golongan tertentu maksudnya yaitu berlaku untuk
seluruh masyarakat dalam suatu Negara, tidak hanya mengatur hubungaan
orang-orang tertentu saja. Hukum objektif
isinya yaitu peraturan hukum yang mengatur hubungan antara dua orang atau lebih
(hubungan antara sesame masyarakat, hubungan antara masyarakat dengan
masyarakat, dan hubungan masyarakat dengan Negara). Contohnya KUHP/ Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana.
Hukum Subjektif adalah
peraturan hukum yang timbul dari hukum objektif yang merupakan hukum yang dihubungkan dengan seseorang
yang tertentu dan berlaku bagi orang-orang tertentu dengan demikan menjadi hak
dan kewajibannya. Hukum subjektif bisa timbul apabila hukum objek bereaksi, hal itu
karena hukum objek yang bereaksi itu melakukan 2 pekerjaan yaitu memberikan hak
dan kewajiban. Pada kedua unsur yaitu di satu pihak yang diberi oleh hukum
objektif, di pihak lain kewajiban yang mengikutinya. Apabila pada hubungan
hukum yang terjadi antar pembeli dengan penjual, kewajiban pembeli adalah
membayar harga pembelian kepada penjuual, maka didalamnya ditemukan hak penjual
menuntut pembayaran dari pembeli. (Pengertian, 2017)
Masyarakat
Indonesia harus mengikuti semua peraturan di Negara ini, Indonesia adalah
Negara yang berpaut pada Pancasila dan UUD sehingga semua masyarakat tidak bias
sewenang-wenang untuk melalukan sesuatu sesuka hatinya. Termasuk anak-anak
sekolah yang telah memegang budaya coret-mencoret dan konvoi menggunakan motor
pada saat menerima hasil ujian nasional dan dinyatakan LULUS. Budaya itu dapat
mengganggu ketenangan masyarakat sekitar, misalnya ketika siswa melakukan
konvoi menggunakan motor hal itu dapat mengganggu ketenangan masyarakat dan
mengganggu ketenangan di lalulintas.
KESIMPULAN
Bagi para murid pelaku corat-coret, mungkin mereka
senang-senang saja melakukannya sambil tertawa bersama kawan-kawannya. Namun
dalam pandangan orang lain, tentu saja budaya ini sudah terlampau kebablasan
dan terkesan hanya buang-buang uang. Bayangkan saja bila mereka bisa diajak
berpikir jangka panjang, tentu saja hal tersebut bisa dihindari. Seragam putih
yang masih sangat layak itu harusnya bisa disimpan untuk disumbangkan atau
diberikan pada adik kelas yang membutuhkan. Tapi nyatanya mereka lebih memilih
mendapat kesenangan sementara. Salah satu ciri khas murid sekolah itu dengan
sekejap mereka ‘kotori’. Seragam yang selama ini jadi identitas dan teman
sehari-hari seketika berubah menjadi sehelai kain yang mungkin tak pantas lagi
untuk dikenakan. Memang sih ada beberapa siswa yang berdalih menyimpannya
sebagai kenang-kenangan, tapi sepertinya ada lebih banyak murid yang kemudian
hanya menjadikannya sebagai kain lap. Bila seperti ini, apa esensi hasil
pelajar yang belajar selama
bertahun-tahun? Belum lagi berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli
aneka spidol dan cat untuk mengotori sang seragam. Bukankah akan lebih baik
bila uang itu disimpan sebagai bekal kuliah? Ingat, tugas siswa tidak berhenti
saat melihat kata “LULUS SMA/SMK”, perjalanan siswa masih sangat panjang di
depan sana.
REFERENCES
dunginong. (2011, oktober 31). Pengertian Sila
kedua ( Kemanusiaan yang adil dan beradab ). Retrieved september 29,
2017, from https://www.dunginong.wordpress.com
Faradina. (2017, mei 5). Inilah
Awal Mula Budaya Coret-Coret Seragam Saat Kelulusan Dilakukan, Simbol
Kebebasan yang Kebablasan. Retrieved september 2017, 2017, from
http://www.boombastis.com
Pengertian, T. (2017, september
29). Temukan Pengertian. Retrieved september 29, 2017, from Pengertian
Hukum Subjektif & Objectif: http://www.temukanpengertian.com/2013/08/pengertian-hukum-subjektif.html
Syarbain, S. (2016, mei 25). MAKNA
DAN AKTUALISASI SILA KEMANUSIAN YANG ADIL DAN BERADAB DALAM KEHIDUPAN
BERNEGARA. Retrieved september 29, 2017, from
/ueu5483.weblog.esaunggul.ac.id: http://ueu5483.weblog.esaunggul.ac.id/2016/05/25/makna-dan-aktualisasi-sila-kemanusian-yang-adil-dan-beradab-dalam-kehidupan-bernegara
Komentar
Posting Komentar